Dimulai dari seorang anak perempuan yang pemalu
dan kurang percaya diri. Tinggal si sebuah rumah sederhana di desa kecil yang
jauh dari hingar bingar kemeriahan kota. Bersekolah di sebuah SD yang kumuh dan
kotor. Setiap ke sekolah, harus berjalan jauh untuk mencapai angkutan umum.
Begitu pula ketika pulang sekolah. Prihatin adalah perasaan empati yang pantas
digambarkan kepada kehidupan anak perempuan ini. Menyedihkan
Namun, kondisi yang menyedihkan tersebut sangat
kontras dengan perasaan anak perempuan itu. Walaupun dibalut dengan selendang
keprihatinan, anak perempuan ini tumbuh dengan baik. Baik fisik maupun
psikisnya. Semua itu karena Allah. Takdir Allah lah yang membuat anak ini dititipkan
pada sebuah keluarga sederhana yang harmonis . Dan takdir Allah juga lah anak
ini memiliki teman – teman yang baik. Ia tidak pernah kehilangan kasih sayang
orang tua dan cinta kasih dari beberapa temannya.
Kesederhanaan membuat anak ini belajar mensyukuri apa yang dia punya, belajar mandiri, belajar berempati dengan orang lain, dll. Namun satu hal yang membuat anak perempuan ini berbeda dengan anak lainnya, sebuah hal yang sejak dulu ditanamkan dalam keluarganya dan didukung oleh pertemanan yang harmonis, yaitu, MEMBANGUN MIMPI
Anak perempuan ini sudah berani membangun mimpi
sejak ia kecil. Pondasi-pondasi mimpi mulai ia tancapkan. Bermula ketika kedua
orang tuanya sering menceritakan dongeng sesaat sebelum tidur. Berlanjut ketika
sebuah kesederhanaan dan keprihatinan membuat ia berani membentuk mimpi yang
lebih besar. Kemudian berlanjut dari sebuah pertemanan sejati dengan anak-anak sebaya.
Terus berlanjut ketika dukungan mimpi mimpi lain merasuk dari saudara
perempuannya. Dan terus menjadi mimpi yang tak terbendung! Anak perempuan itu
terus bermimpi.
Bak gayung bersambut, kehidupan anak itu kian
lama kian membaik. Keputusan orang tuanya untuk pindah ke ibukota membuat
kehidupan keluarganya tidak seprtihatin dahulu. Kini, anak perempuan itu
menjadi seorang remaja. Remaja perempuan yang sama dengan remaja seusianya.
Mulai menyukai lawan jenis, mulai membangkang perintah kedua orang tuanya,
mulai bersikap seolah-olah ia tahu segalanya, dan mulai berambisi dengan segala
yang ia inginkan. Remaja perempuan itu seperti tengah mempersiapkan bahan-bahan untuk
membuat sebuah bangunan mimpi yang dapat
berdiri dengan megah.
Sedikit demi sedikit beberapa targetnya
tercapai. Rasa percaya diri kian terpancar dari senyumannya. Beberapa prestasi
akademik mulai ia torehkan di lembar kehidupannya. Menjadi rangkaian dinding
yang cukup kokoh untuk mendirikan mimpi yang ia rancang saat dirinya masih
seorang anak kecil. Namun tak jarang dinding itu keropos, hampir runtuh, atau
bahkan dibiarkan menjadi lubang menganga. Keputusasaan mulai mengusik
mimpi-mimpinya. Kelebihan teman-teman barunya seakan mengerosi dinding yang
baru sebentar ia rancang. Kesempurnaan lawan jenis pun tak kalah berperan
menjadi cobaan remaja perempuan itu dalam membangun mimpinya.
Hingga
akhirnya ia mendekatkan diri kepada Allah. Bila keluarga dan sahabat tak kian
memberikan bantuan, hanya Tuhan lah tempat remaja itu berkeluh kesah. Ajaib.
Dinding mimpinya kembali kokoh dan terlihat lebih kuat dari sebelumnya. Kini
remaja perempuan itu telah mengetahui rahasia terbesar. Hanya Allah yang mampu
menentukan mimpi.
Masa remaja berjalan dengan lambat. Remaja itu
terus tumbuh menjadi pribadi yang tak tertahankan. Beberapa mimpinya menjadi
kenyataan. Namun, tak sedikit yang menggantung atau bahkan gagal. Jatuh tidak
membuat remaja itu terpuruk. Dia terus berusaha mewujudkan mimpi – mimpi baru yang
berkecamuk dalam pikirannya. Sayangnya, beberapa orang disekitar menganggap
remaja itu sebagai individu yang ambisius. Terlepas dari pandangan mereka, remaja
perempuan itu tak pernah berhenti
mengayuh pedal penggerak mimpi-mimpinya. Tak akan pernah.
Di usia 18 tahun, remaja ini memiliki status
baru. Seorang gadis. Akan tetapi, sebutan itu tidak sedikit pun mengubah jati dirinya. Gadis
pemimpi. Satu per satu mimpi-mimpi di usianya sekarang dapat ia raih. Terus
bersyukur dan terus berusaha adalah langkah-langkah dirinya dalam memperkuat
sisi dinding mimpi lainnya. Kini, ada mimpi-mimpi baru yang sedang ia
persiapkan. Sisi dinding yang belum terjamah akan ia isi dengan mimpi-mimpinya
yang lebih sempurna. Sempurna di matanya
Setiap malam di tempat tidur, sambil merebahkan
tubuhnya, Gadis itu manatap lurus ke arah langit-langit. Ia tengah membayangkan
mimpi-mimpi yang akan ia usahakan agar menjadi kenyataan. Gadis itu tak akan
pernah berhenti bermimpi selama dunia ini masih berputar.
Lalu bagaimanakah ketika bumi berhenti berputar
dan kehancuran terjadi?
Sejak kecil ada satu mimpi yang selalu ia
letakkan di puncak tertinggi pondasi mimpi-mimpinya. Sebuah mimpi yang wujudnya
lebih terang dibanding mimpi-mimpi lainnya. Sebuah mimpi besar yang melibatkan
kuasa Allah dan tidak akan disebutkan oleh gadis itu kepada siapapun.
Kamu boleh mengatakan saya seorang pemimpi, tapi
saya bukanlah satu-satunya
Karena
Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia
Pertanyaannya adalah siapakah gadis sang pemimpi
itu?
Jawabannya
adalah
AKU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar